Selasa, 16 Juni 2009

Cinta Sepanjang Masa

Prinsip-Prinsip Dasar Mujahidah

Cinta Sepanjang Masa

Ia adalah wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya. Panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati sang suami. Bahkan sang suami terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Suatu hari istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain (yakni ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebutnya.” (HR. Bukhari)

Ya, dialah Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushai. Dialah wanita yang pertama kali dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membina rumah tangga harmonis yang terbimbing dengan wahyu di Makkah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikah dengan wanita lain sehingga dia meninggal dunia.

Saat menikah, Khadijah radhiyallahu ‘anha berusia 40 tahun sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 25 tahun. Saat itu ia merupakan wanita yang paling terpandang, cantik dan sekaligus kaya. Ia menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak lain karena mulianya sifat beliau, karena tingginya kecerdasan dan indahnya kejujuran beliau. Padahal saat itu sudah banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang hendak menikahinya.

Ia adalah wanita terbaik sepanjang masa. Ia selalu memberi semangat dan keleluasaan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari kebenaran. Ia sendiri yang menyiapkan bekal untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyendiri dan beribadah di gua Hira’. Seorang pun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih) (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Pun, saat suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah untuk mulai berjuang mendakwahkan agama Allah dan mengajak pada tauhid, ia adalah wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah utusan Allah dan kemudian menyatakan keislamannya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit pun juga.

Khadijah termasuk salah satu nikmat yang Allah anugerahkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau pada saat-saat yang kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, juga rela menyerahkan diri dan hartanya pada beliau. (Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury di dalam Sirah Nabawiyah)

Suatu kali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau menyebut-nyebut Khadijah, “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita lain selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Khadijah itu begini dan begini.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Ahmad pada Musnad-nya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” adalah sabda beliau, “Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang mengharamkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezeki berupa anak darinya.” (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Karenanya saudariku muslimah, jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam mencintai dan menegakkan agama Allah, sertailah dia dalam suka dan dukanya. Jadilah engkau seperti Khadijah hingga engkau kelak mendapatkan apa yang ia dapatkan. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Jibril mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, inilah Khadijah yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang di dalamnya tidak ada suara hiruk pikuk dan keletihan.”

Saudariku muslimah, maukah engkau menjadi Khadijah yang berikutnya?

Maraji:

1. Rumah Tangga tanpa Problema (terjemahan dari Al Usratu bilaa Masyaakil) karya Mazin bin Abdul Karim Al Farih
2. Sirah Nabawiyah (terj) karya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury
3. Al Quran dan Terjemahnya

DI BALIK MERDUNYA NYANYIAN DAN INDAHNYA LUKISAN

Prinsip-Prinsip Dasar Mujahidah


DI BALIK MERDUNYA NYANYIAN DAN INDAHNYA LUKISAN


Penulis: Ummu Asma’

Siapa yang suka menyanyi atau menggambar? Atau siapa yang suka mendengarkan musik? Mungkin ada banyak orang akan menjawab “Saya!” Ketiga kegiatan tersebut menurut sebagian besar orang bagaikan garam dalam masakan. Banyak orang mengatakan dengan mendengarkan musik atau menggambar akan menjadikan hati yang sedih menjadi terhibur. Namun maukah kalian, wahai saudariku, melihat apa yang Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perbuat terhadapnya? Jika memang kita mengaku sebagai hamba Allah serta pengikut Rasulullah yang setia, hendaknya kita memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh.


Dibalik Merdunya Nyanyian dan Musik

Mungkin ada di antara kita yang pernah mendengar bahwa Islam melarang adanya musik dan gambar. Padahal telah kita ketahui bahwa sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti memiliki banyak keburukan bagi manusia.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan di antara manusia ada yang mempergunakan perkataan (suara) yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.” (QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang ayat ini, “Al-Lahwu (suara) di sini adalah lagu (ghina‘).” Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Sa’id bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim rahimakumullah yang menyatakan bahwa yang dimaksud al-lahwu adalah lagu. Hasan Al-Basri berkata bahwa ayat tersebut turun untuk menjelaskan tentang nyanyian dan seruling.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Nanti pasti ada beberapa kelompok dari umatku yang menganggap bahwa zina, sutra, arak dan musik hukumnya halal, (padahal itu semua hukumnya haram).” (HR. Imam Bukhari dan Abu Dawud)

Saudariku, sebenarnya mengapa Allah dan Rasul-Nya membenci musik dan nyanyian? Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa di antara bahayanya:

* Musik bagi jiwa seperti arak karena banyak orang yang melakukan berbagai kekejian seperti zina dan penganiayaan dikarenakan mabuknya musik dan penyanyi yang membawakannya. Al-Fadhil bin ‘Iyadh berkata, “Nyanyian adalah tangga menuju zina.”
* Musik dapat menyebabkan pecandunya lebih mencintai penyanyi atau pemain musik lebih daripada cintanya kepada Allah sehingga cintanya tersebut dapat menjatuhkannya ke dalam kesyirikan tanpa dia sadari.
* Musik melalaikan manusia dari ketaatan kepada Allah. Berapa banyak orang yang lebih menyukai musik daripada mendengarkan Al-Qur’an? Berapa banyak orang yang melalaikan sholat karena hatinya tertambat pada lagu atau musik? Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, “Tidak seorang pun yang mendengarkan nyanyian kecuali hatinya munafik yang ia sendiri tidak merasa. Andaikata ia mengerti hakikat kemunafikan pasti ia akan melihat kemunafikan itu di dalam hatinya, sebab tidak mungkin berkumpul di dalam hati seseorang antara ” cinta nyanyian” dan “cinta Al-Qur’an”, kecuali yang satu mengusir yang lain.” Juga perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Nyanyian menimbulkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan sayuran, sedang dzikir menumbuhkan iman dalam hati seperti air menumbuhkan tanaman.” Serta Imam Ahmad rahimahullah, “Nyanyian itu dapat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.” Kemudian ketika ditanya tentang syair-syair Arab yang dinyanyikan, beliau berkata, “Aku tidak menyukainya, ia adalah amalan baru, tidak boleh duduk bersama untuk mendengarkannya.”

Jumhur ulama berpendapat bahwa musik dan nyanyian adalah sesuatu yang terlarang, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i yang berpendapat bahwa nyanyian itu tidak disukai (baca = haram) karena menyerupai kebatilan, adapun mendengarkan lagu adalah termasuk dosa.

Nyanyian yang Diperbolehkan

Namun benarkah, dalam Islam semua bentuk nyanyian terlarang? Perlu kita ketahui bahwa ada beberapa nyanyian tanpa musik yang diperbolehkan dalam Islam, yaitu:

1. Nyanyian di hari raya yang dilakukan oleh wanita. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

“Rasulullah masuk menemui ‘Aisyah. Di dekatnya ada dua anak perempuan yang sedang memainkan rebana. Lalu Abu Bakar membentak mereka, maka Rasulullah bersabda: biarkanlah mereka, karena setiap kaum mempunyai hari raya dan hari raya kita adalah hari ini.” (HR. Bukhari)

2. Nyanyian yang diiringi terbang (rebana) pada waktu pernikahan dengan maksud memeriahkan atau mengumumkan akad nikah dan mendorong orang untuk menikah tanpa berisi pujian akan kecantikan seseorang atau pelanggaran terhadap syari’at. Namun nyanyian ini dinyanyikan oleh wanita dan diperdengarkan di kalangan wanita pula.

Diriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata, “Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika saya menikah. Beliau duduk di atas kasurku dan jarak beliau dengan saya seperti jarak tempat dudukku dengan tempat dudukmu. Untuk memeriahkan pernikahan kami, beberapa orang gadis tetangga kami menabuh rebana dan menyanyikan lagu-lagu yang mengisahkan para pahlawan Perang Badar. Ketika mereka asyik bernyanyi, ada salah seorang di antara mereka yang mendendangkan, ‘Di tengah-tengah kita ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok.’ Mendengar syair seperti itu Nabi berkata kepadanya, ‘Tinggalkan ucapan seperti itu! Bernyanyilah seperti nyanyian-nyanyian sebelumnya saja!’” (HR. Bukhari)

3. Nyanyian pada waktu kerja yang mendorong untuk giat dan rajin bekerja terutama bila mengandung do’a atau nyanyian yang berisi tauhid atau cinta kepada Rasulullah yang menyebut akhlaknya atau berisi ajakan jihad, memperbaiki budi pekerti, mengajak persatuan, tolong-menolong sesama umat atau menyebut dasar-dasar Islam.

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan rahimahullah berkata bahwa syair-syair yang diperdengarkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah dilantunkan dengan paduan suara semacam nyanyian-nyanyian, dan tidak pula dinamakan nasyid-nasyid Islami, namun ia hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil (permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan. Selain itu, para sahabat melantunkannya secara sendirian dikarenakan makna yang terdapat di dalamnya. Mereka melantunkan sebagai syair ketika bekerja yang melelahkan, seperti membangun (masjid) serta berjalan di waktu malam saat safar (jihad). Maka perbuatan mereka ini menunjukkan atas diperbolehkannya lantunan (syair) ini, dalam keadaan khusus (seperti) ini. Selain itu, mereka tidak pernah menjadikan nyanyian sebagai kebiasaan yang dilakukan terus-menerus, karena para shahabat adalah generasi yang selalu mengisi hari-harinya dengan Al-Qur’an dan tidak pernah tersibukkan dengan selain Al-Qur’an.

4. Adapun terbang (rebana) hanya boleh dimainkan pada waktu hari raya serta pernikahan dan tidak boleh dipakai ketika berdzikir seperti yang biasa dilakukan oleh kaum sufi, karena Rasulullah dan para shahabatnya tidak pernah melakukannya.

Obat Bagi Hati

Jika setiap penyakit ada obatnya, maka bagaimana cara untuk mengobati kecanduan akan musik dan nyanyian? Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah menyebutkan 3 cara menghindari nyanyian dan musik:

1. Menjauhkan diri dari mendengarkan nyanyian dan musik melalui televisi, radio, dan lain-lain, terutama lagu-lagu yang seronok.

2. Membaca Al-Qur’an, terutama surat Al-Baqarah.

“Sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)

3. Mempelajari riwayat hidup Rasulullah sebagai seorang yang berakhlak mulia serta para shahabatnya.

Untuk pertama kali, mungkin masih ada yang merasa sulit untuk menghilangkan kebiasaan mendengarkan musik. Namun saudariku, kita harus yakin bahwa dalam setiap larangan-Nya selalu ada hikmah yang besar bagi kita.

Hakikat Dibalik Keindahan Lukisan, Gambar dan Patung

Hakikat diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk mendakwahkan kepada manusia agar menyembah pada Allah semata, yaitu memurnikan aqidah dari kesyirikan. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah Allah dan tinggalkan thaghut itu. ” (QS. An-Nahl: 36)

Pada zaman dahulu, banyak orang menjadi kafir karena menyembah patung di samping menyembah Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana orang-orang Quraisy yang kafir karena menyembah berhala. Awal mula penyembahan patung adalah karena sikap orang-orang pada zaman Nuh ‘alahissalam berlebihan dalam mengagungkan orang shalih. Setelah orang-orang shalih itu meninggal, mereka kemudian membuat patung orang-orang shalih tersebut yang lama-kelamaan menjadikannya sebagai sesembahan. Inilah salah satu sebab mengapa Islam melarang memajang patung maupun membuat gambar makhluk bernyawa karena hal itu dapat menjadi sarana terjadinya kesyirikan.

Banyak orang yang berkata bahwa sekarang ini sudah tidak ada orang yang menyembah patung lagi. Namun hal tersebut adalah sebuah kekeliruan besar. Berapa banyak orang-orang yang kufur (Nasrani, Hindu, Budha, dll) karena mereka lebih memilih menyembah patung yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun daripada menyembah Allah ‘Azza wa Jalla? Apakah patung-patung tersebut mampu melindungi pemujanya ketika mereka dalam kesusahan? Jangankan membela pemujanya, membela diri mereka saja mereka tidak akan bisa. Yang ada justru pemujanya yang melindungi mereka, karena bagaimanapun patung-patung itu adalah benda mati yang dibuat oleh manusia.

Benarkah Islam telah melarang adanya patung dan membuat gambar-gambar makhluk bernyawa? Lalu apa buktinya? Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwad, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia).’” (QS. Nuh: 23-24)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku. waktu itu tirai penutup bilik saya berupa kain tipis yang penuh dengan gambar (dalam riwayat lain disebutkan: terdapat gambar kuda-kuda bersayap.) Melihat tirai tersebut, beliau merobeknya dan wajahnya terlihat merah padam. Beliau kemudian bersabda, ‘Wahai ‘Aisyah, manusia yang disiksa dengan siksaan yang paling keras pada hari kiamat kelak adalah orang-orang yang membuat sesuatu yang menyerupai ciptaan Allah’ (Dalam riwayat lain: ‘Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini kelak akan disiksa dan dikatakan kepadanya, ‘Hidupkanlah apa yang telah kamu ciptakan ini!” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar tidak akan dimasuki malaikat.”) ‘Aisyah berkata, ‘Saya kemudian memotong kain tersebut dan menjadikan sebuah bantal atau dua bantal. (Saya kemudian melihat beliau duduk di atas salah satu dari dua bantal itu meskipun bantal tersebut masih bergambar.)’” (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqi, Al-Baghawi, Ats-Tsaqafi, ‘Abdurrazaq dan Ahmad)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala mengomentari hadist tersebut dengan adanya dua petunjuk:

Pertama, haramnya menggantung gambar atau sesuatu yang mengandung gambar.

Kedua, larangan membuat gambar, baik berupa patung maupun gambar biasa. Dengan kata lain menurut mayoritas ulama, baik yang memiliki bayangan (3 dimensi) atau tidak.

Hadist di atas dikuatkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengisahkan bahwa Jibril ‘alaihissalam mendatangi rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata kepada beliau, “Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat korden yang bergambar. Oleh karena itu, hendaklah kalian memotong kepala gambar-gambar tersebut, lalu jadikanlah sebagai hamparan atau bantal, lalu gunakanlah untuk bersandar, karena kami tidak mau memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah memerintahkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Jangan kau biarkan patung-patung itu sebelum kau jadikan tidak berbentuk dan jangan pula kau tinggal kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau ratakan.” (HR. Muslim)

Adapun gambar bagian-bagian tubuh kecuali muka adalah diperbolehkan menurut sebagian ulama semisal gambar tangan, kaki, dan lain-lain. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah, “Di dalam rumah itu terdapat tirai dari kain tipis yang bergambar patung dan di dalam rumah itu terdapat seekor anjing. Perintahkan agar gambar kepala patung yang berada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya menyerupai pohon, dan perintahkan agar tirai itu dipotong dan dijadikan dua buah bantal untuk bersandar dan perintahkan agar anjing itu dikeluarkan dari rumah.” (HR. At-Tirmidzi dalam Al-Adab 2806)

Bahaya Patung dan Gambar

Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali adanya bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia. Islam melarang patung dan gambar makhluk bernyawa karena banyak mendatangkan bahaya:

1. Patung dan gambar dapat menjadi sarana kesyirikan, karena awal mula dari kesyirikan dan kekufuran adalah adanya pemujaan terhadap patung dan berhala.

2. Pada masa sekarang ini banyak dipasang gambar-gambar wanita yang terbuka auratnya di sepanjang jalan dengan ukuran sangat besar. Hal ini seakan-akan sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa, padahal Islam sangat memuliakan wanita. Namun justru wanita sendiri yang rela dirinya dieksploitasi dengan dalih seni dan keindahan.

3. Manusia yang paling pedih siksanya adalah pelukis dan pembuat gambar karena mereka meniru ciptaan Allah.

“Orang yang paling mendapat siksa pada hari kiamat adalah para pembuat gambar (pelukis)” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya pemilik gambar ini akan diadzab dan akan dikatakan kepada mereka. Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Membuat patung dan gambar adalah merupakan pemborosan karena biaya yang dihabiskan untuk membuat maupun membelinya kadang sampai mencapai jutaan rupiah.

5. Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau lukisan makhluk yang bernyawa. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah, “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Gambar dan Patung yang Diperbolehkan

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menyebutkan bahwa terdapat beberapa gambar dan patung yang diperbolehkan, yaitu:

1. Gambar dan patung selain makhluk bernyawa.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Apabila anda harus membuat gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak ada nyawanya.” (HR.Bukhari)

2. Gambar-gambar yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM dan lain-lain yang diperbolehkan karena keperluan darurat.

3. Foto penjahat agar mereka dapat ditangkap untuk dihukum.

4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain seperti boneka berupa anak kecil yang dipakaikan baju dengan maksud untuk mendidik rasa kasih sayang pada anak perempuan. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)

5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga tidak menggambarkan makhluk bernyawa lagi. Hal ini berdasarkan perintah malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memotong kepala gambar seperti pada hadist yang telah disebutkan sebelumnya.

Demikianlah bagaimana agama yang hanif (lurus) ini telah menggariskan yang terbaik bagi manusia. Hanya orang-orang yang beriman yang akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan bersegera dan penuh keikhlasan. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Allahu Ta’ala a’lam.

Maraji’:

Adab Az-Zifaf (edisi terjemah) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Bimbingan UntukPribadi dan Masyarakat (Taujihaat Islamiyyah) karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’ (edisi terjemah) karya Imam As-Suyuthi

Al Wala’ Wal Baro’: Kunci Sempurnanya Tauhid

Prinsip-Prinsip Dasar Mujahidah

Al Wala’ Wal Baro’: Kunci Sempurnanya Tauhid


Penyusun: Ummu ‘Abdirrahman

Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan kebahagiaan hakiki bagi orang yang mengikuti dan melaksanakan agama Islam dengan sungguh-sungguh sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan kesengsaraan dan kehinaan bagi orang yang memerangi agama Islam.

Sesungguhnya pokok agama Islam adalah kalimat tauhid Laa ilaha illallah, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Dengan mengucapkan dan mengamalkan kalimat inilah dibedakan muslim dan kafir, dipaparkan keindahan surga dan panasnya neraka.

Dan tidaklah tauhid seseorang sempurna sampai ia mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah. Inilah yang disebut al wala’ wal baro’.

Mengenal Al Wala’ dan Al Baro’

Al Wala’ secara bahasa berarti dekat, sedangkan secara istilah berarti memberikan pemuliaan penghormatan dan selalu ingin bersama yang dicintainya baik lahir maupun batin. Dan al baro’ secara bahasa berarti terbebas atau lepas, sedangkan secara istilah berarti memberikan permusuhan dan menjauhkan diri.

Wahai saudariku, ketahuilah bahwa seorang muslimah yang mencintai Allah dituntut untuk membuktikan cintanya kepada Allah yaitu dengan mencintai hal yang Allah cintai dan membenci hal yang Allah benci. Hal yang dicintai Allah adalah ketaatan terhadap perintah Allah dan orang-orang yang melakukan ketaatan, sedangkan hal yang dibenci Allah adalah kemaksiatan (pelanggaran terhadap larangan Allah) dan orang-orang yang melakukan kemaksiatan dan kesyirikan.

Oleh karena itu, hendaklah engkau wala’ terhadap ketaatan dan orang-orang yang melakukan ketaatan dan baro’ terhadap maksiat dan kesyirikan dan orang-orang yang mempraktekkannya.

Siapa yang Berhak Mendapatkan Wala’ dan Baro’ ?

1. Orang yang mendapat wala’ secara mutlak, yaitu orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan di atas tauhid.
2. Orang yang mendapat wala’ dari satu segi dan mendapat baro’ dari satu segi, yaitu muslim yang bermaksiat, menyepelekan sebagian kewajiban dan melakukan sebagian yang diharamkan.
3. Orang yang mendapat baro’ secara mutlak, yaitu orang musyrik dan kafir serta muslim yang murtad, melakukan kesyirikan, meninggalkan shalat wajib dan pembatal keislaman lain.

Sebagian Tanda Al Wala’

1. Hijrah, yaitu pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan islami, dari lingkungan maksiat ke lingkungan orang-orang yang taat.
2. Wajib mencintai saudara muslim sebagaimana mencintai diri sendiri dan senang kebaikan ada pada mereka sebagaimana senang kebaikan ada pada diri sendiri serta tidak dengki dan angkuh terhadap mereka.
3. Wajib memprioritaskan bergaul dengan kaum muslimin.
4. Menunaikan hak mereka: menjenguk yang sakit, mengiring jenazah, tidak curang dalam muamalah, tidak mengambil harta dengan cara yang bathil, dsb.
5. Bergabung dengan jama’ah mereka dan senang berkumpul bersama mereka.
6. Lemah lembut dan berbuat baik terhadap kaum muslimin, mendoakan dan memintakan ampun kepada Allah bagi mereka.

Di Antara Tanda Al Baro’

1. Membenci kesyirikan dan kekufuran serta orang yang melakukannya, walau dengan menyembunyikan kebencian tersebut.
2. Tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dan orang kepercayaan untuk menjaga rahasia dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang penting.
3. Tidak memberikan kasih sayang kepada orang kafir, tidak bergaul dan bersahabat dengan mereka.
4. Tidak meniru mereka dalam hal yang merupakan ciri dan kebiasaan mereka baik yang berkaitan dengan keduniaan (misalnya cara berpakaian, cara makan) maupun agama (misalnya merayakan hari raya mereka).
5. Tidak boleh menolong, memuji dan mendukung mereka dalam menyempitkan umat Islam.
6. Tidak memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka dan tidak bersikap lunak terhadap mereka.
7. Tidak berhukum kepada mereka atau ridha dengan hukum mereka sementara mereka meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya.

Buah Al Wala’ wal Baro’

1. Mendapatkan kecintaan Allah

“Allah berfirman, “Telah menjadi wajib kecintaanKu bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku.” (HR. Malik, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)

2 Mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari kiamat

“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: ‘Mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku? Hari ini Aku lindungi mereka di bawah naunganKu pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.” (Hadits Qudsi riwayat Muslim)

3. Meraih manisnya iman

‘Barangsiapa yang ingin meraih manisnya iman, hendaklah dia mencintai seseorang yang mana dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.‘ (HR. Ahmad)

4. Masuk surga

“Tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)

5. Menyempurnakan iman

“Barangsiapa yang mencintai dan membenci, memberi dan menahan karena Allah maka telah sempurnalah imannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hadits Hasan)

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Al Wala’ wal Baro’

1. Seorang muslimah yang memiliki orang tua kafir hendaknya tetap berbuat baik pada orang tua. Dan tidak diperbolehkan menaati orang tua dalam meninggalkan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.
2. Diharamkan bagi muslimah untuk menikah dengan laki-laki kafir karena agama seorang wanita mengikuti agama suaminya.